Jakarta,kalselpos.com– Pemerintah mendukung penuh pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN). Hal itu dikatakan Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Edi Wibowo, yang hadir sebagai ‘keynote speaker’ dalam Webminar ‘Strategi dan Peluang Mengelola BBN Berbasis Biohidrokarbon Untuk Kemaslahatan Bangsa’.
“Sebagai bagian dari ekosistem sawit nasional, kami mendukung penuh upaya pengembangan Bahan Bakar Nabati cair berbahan dasar sawit, karena manfaatnya sangat banyak bagi masyarakat Indonesia,” ujar Edi, dalam paparannya, Selasa (13/10) kemarin.
Sementara, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Parulian Tumanggor, yang turut berpartisipasi sebagai salah satu pembicara, menyatakan penggunaan biodiesel di Indonesia sudah berjalan sejak tahun 2006.
Pria yang akrab disapa Pak Tum, ini memaparkan jika yang menjadi latar belakang dari penggunaan biodiesel adalah fakta, Indonesia telah menjadi net importir minyak mentah serta berlimpahnya produk kelapa sawit di Negara ini.
“Betapa bersyukurnya kita, Tuhan menganugerahkan kepada kita, posisi sebagai produsen CPO terbesar di dunia, karena tidak semua negara bisa menanam sawit. Sehingga cinta sawit itu perlu kita terapkan kemudian, cinta penggunaan Bahan Bakar Nabati juga makin diketatkan,” ujar Tumanggor, dalam penjelasannya.
Di luar kedua hal tersebut, sambungnya, penggunaan biodiesel juga tidak lepas dari adanya tuntutan penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana disepakati dalam Protokol Kyoto.
Di lain pihak, produksi sawit di Indonesia juga merupakan potensi yang besar dalam mewujudkan ketahanan energi. “Kita bisa menggunakan produk nabati kita menjadi energi nasional dan kita juga perlu menuntaskan kemiskinan melalui sawit ini. Inilah beragam alasan kuat mengapa biodiesel perlu diimplementasikan di Indonesia,” tuturnya.
Tak ketinggalan, Tumanggor juga menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya atas peran Presiden RI, Joko Widodo, serta seluruh jajarannya atas komitmennya dalam mencanangkan B30, B40, hingga B100.
Terkait kualitas biodiesel, Tumanggor menyatakan, masyarakat atau pengguna tidak perlu khawatir, sebab kualitas B30 sudah teruji dengan cukup baik..
Posisi APROBI yang beranggotakan 19 perusahaan disebut Tumanggor hanya berperan sebagai ‘tukang jahit’. APROBI sebagai produsen biofuel membeli CPO dari masyarakat dan perusahaan untuk diproduksi menjadi FAME yang kemudian dicampurkan dengan solar.
Produk akhir ini nantinya akan dikirimkan ke station-station yang sudah ditentukan oleh Kementerian ESDM dan PT Pertamina. “Agar jangan ada kesimpangsiuran di tengah masyarakat, seakan produsen ini tadi mengeruk uang begitu besar dari BPDP, Rp15 triliun atau Rp20 triliun hanya dinikmati oleh 19 perusahaan. Sekali lagi, perusahaan ini hanya sebagai ‘tukang jahit’, mendapatkan biaya proses produksi sekitar, saat ini US$90 per ton. Terkait insentif yang didapatkan APROBI,” tegas Tumanggor.
Yang didapatkan oleh APROBI ini bukan dari APBN, tetapi dari BPDPKS yang dihimpun dari dana para eksportir sawit, demikian ” tegas Parulian Tumanggor.
kalselpos.com: Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari ini Banjarmasin Kalimantan Selatan dan Nasional
Download aplikasi kalselpos.com versi android kami di Play Store : Aplikasi Kalselpos.com
[]penulis : s.a lingga/rel
[]editor : s.a lingga