Dari sidang TPPU mantan Bupati HST, Saksi sebut ada Fee untuk Kadin dan Barabai 1

[]istimewa SIDANG MANTAN BUPATI - Mantan Bupati HST, Abdul Latif atau Majid Hantu (kanan), saat disidang secara virtual, beberapa waktu lalu, di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.

Banjarmasin, kalselpos.com – Memberikan uang fee proyek kepada bupati, sudah menjadi tradisi kalangan kontraktor di Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel).

 

Bacaan Lainnya

Buktinya, hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang kontraktor yang merupakan Direktur PT Telaga Bakti Persada yakni Abu Permadi, dalam lanjutan sidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Bupati HST, yakni Abdul Latif atau Majid Hantu, Rabu (22/3/2023) siang.

 

Abu Permadi sendiri hadir dalam sidang yang dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, sebagai saksi selaku kontraktor saat terdakwa Abdul Latif masih menjabat sebagai Bupati HST.

 

Dalam persidangan, saksi menerangkan para kontraktor sempat berkumpul dan bertemu dengan terdakwa setelah dilantik menjadi bupati.

 

Melalui pertemuan tersebut, terdakwa Abdul Latif memberi arahan terkait dengan proyek-proyek bisa berurusan dengan Fauzan Rifani, yang kala itu menjabat sebagai Ketua Kadin HST.

 

Fauzan Rifani sendiri pada sidang sebelumnya sudah dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, dan mengakui, mengumpulkan fee proyek dari para kontraktor untuk diserahkan kepada terdakwa.

 

Terkait hal ini pula, saksi Abu Permadi membeberkan, dirinya dan juga kontraktor lainnya pun, akhirnya melakukan pendekatan kepada Fauzan Rifani, dengan harapan bisa dimenangkan dalam mengikuti lelang proyek-proyek yang ada di Kabupaten HST, pada 2016-2017.

 

Setelah menang proses lelang, diakui Abu Permadi, para kontraktor pun memberikan fee yang disebut sudah menjadi kebiasaan atau tradisi.

 

Besaran fee pun dibeberkannya bervariasi, misalnya untuk proyek berupa jalan sekitar 10 persen, kemudian untuk proyek gedung sekitar 7 persen.

 

“Dan fee ini kata H Fauzan untuk Kadin, dan juga untuk Bos atau Barabai 1 (Bupati HST, red),” ujarnya.

 

Terdakwa Abdul Latif sendiri membantah keterangan yang disampaikan oleh saksi Abu Permadi di dalam persidangan.

 

“Tidak ada mengarahkan dengan saudara Fauzan yang mulia. Silakan minta rekaman pertemuan dengan protokoler,” ujar terdakwa Abdul Latif, yang mengikuti persidangan secara virtual dari Lapas Suka Miskin, Jabar.

 

Ketua majelis hakim, Jamser Simanjuntak pun kembali menanyakan kepada saksi terkait bantahan dari terdakwa.

 

Dan saksi Abu Permadi pun tetap pada keterangannya, bahkan mengaku mendengar secara langsung arahan terdakwa Abdul Latif.

 

Dalam sidang kali ini, rencananya JPU KPK menghadirkan sekitar lima saksi namun yang bisa berhadir hanya tiga saksi yakni Abu Permadi, Zulkifli dan Indra Wulianto.

 

JPU KPK sendiri awalnya meminta ketiga saksi ini dimintai keterangannya secara bersamaan di kursi saksi. Namun karena terdakwa meminta satu per satu, maka majelis hakim pun memenuhi permintaan terdakwa.

 

Ketiga saksi yang dihadirkan ini sendiri adalah kontraktor dengan perusahaan berbeda-beda, dan mereka secara garis besar mengungkapkan terkait adanya fee yang diserahkan kepada Fauzan Rifani selaku perpanjangan tangan terdakwa Abdul Latif saat menjadi Bupati HST.

 

“Saksi yang hadir pada hari ini memang terkait dengan adanya permintaan dari saksi Fauzan Rifani kepada para pemenang paket pekerjaan di Kabupaten HST. Ada yang besarannya 7,5 persen hingga 10 persen,” ucap JPU KPK, Muhammad Albar Hanafi.

 

Dalam perkara ini, Abdul Latif didakwa melanggar Pasal 12 B Junto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

 

Selain itu Abdul Latif juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

 

JPU KPK juga mengungkapkan TPPU yang dilakukan oleh terdakwa di antaranya dengan memanfaatkan uang diduga hasil suap senilai Rp 41 Miliar untuk membeli sejumlah aset, mulai dari rumah, mobil, truk hingga kendaraan jenis Harley namun mengatasnamakan orang lain.

 

Baca berita kalselpos lainnya, silahkan download Aplikasi Kalselpos.com di play store

Pos terkait