Hambarnya Kompetisi dan ‘Menangisnya’ Pemain Liga 2 dan 3, Siapa Yang Salah?

Syaiful Anwar/ Redaktur Kalsel Pos

Banjarmasin, kalselpos.com – Isu tidak akan dilanjutkannya kembali kompetisi Liga 2 dan Liga 3 Indonesia sudah terdengar beberapa hari terakhir diberbagai media sosial. Beberapa klub Liga 2 seperti Persipura Jayapura, Semen Padang dan lain-lain sempat menanyakan kapan digulirnya lanjutan kompetisi Divisi 2 yang telah vakum pasca kasus Kanjuruhan 1 Oktober 2022 yang menewaskan 134 orang.

Pertanyaan itu cukup wajar, supaya pelatih bisa membuat program latihan dan manajemen klub mempersiapkan berbagai hal dalam menghadapi kompetisi tersebut.

Bacaan Lainnya

Namun, PSSI waktu itu tidak bisa memastikan kapan lanjutan Liga 2 dan 3 akan digulir kembali.

Setelah cukup lama menanti, federasi sepakbola Indonesia itu akhirnya mengumumkan Liga 2 dan 3 Indonesia musim 2022-2023 dihentikan pelaksanaannya dan Liga 1 2022-2023 akan tetap berjalan tetapi tanpa degradasi.

Keputusan itu diambil dalam rapat Komite Eksekutif PSSI yang digelar di Kantor PSSI, GBK Arena, Jakarta, Kamis (12/1/2023).

Langkah yang diambil PSSI ini sungguh ‘menyakitkan’ bagi klub-klub peserta Liga 2 dan 3 maupun para pemain.

Sudah beberapa biaya yang keluar selama pertandingan pertama digulir. Juga bagaimana nasib pemain peserta Liga 2 dan 3 yang hanya tergantung nasibnya bermain sepakbola. Apakah mereka tetap digaji sesuai kesepakatan hingga berakhirnya kompetisi atau karena kondisi krusial kaya begini tak lagi digaji.

Apabila tidak dibayar, bagaimana mereka yang sudah berkeluarga dan punya anak untuk biaya hidup sehari-hari dan sekolah anak. Para pemain nantinya terpaksa bermain turnamen antarkampung untuk mendapatkan uang.

Lalu, kompetisi Liga 1 tetap digelar, terasa hambar mengingat tidak ada tim yang terdegarasi ke Divisi 2 dan tim Divisi 2 promosi ke Divisi 1 Liga Indonesia.

Tim-tim di papan tengah dan bawah akan bermain seadanya, hanya menunaikan tugas hingga berakhirnya kompetisi.

Disisi lain, tim papan bawah bagaikan mendapat durian runtuh, akan tetap bertahan di liga elit Indonesia.

Persaingan cukup sengit nantinya akan terjadi di papan atas yang ditempati PSM Makassar, Madura United, Bali United, Persib Bandung, Persija Jakarta dan Borneo FC yang berpeluang meraih juara.

Menjadi juara Liga 1 tak hanya sebuah gengsi tapi juga akan mewakili Indonesia di kompetisi AFC musim 2023-2024. Itu pun akan ditentukan melalui laga “play off” yang diikuti oleh juara Liga 1 2021-2022 melawan juara Liga 1 2022-2023.

Di tengah sedihnya peserta klub Liga 2 dan 3, PSSI disibukkan dengan pemilihan
bakal calon anggota Komite Eksekutif PSSI maupun Ketua Umum PSSI periode 2023-2027.

Kondisi ini sangat disayangkan, sebagian pengurus PSSI tak memikirkan prestasi sepakbola Indonesia yang terus terpuruk dan tertatih-tatih akibat tak jalannya kompetisi secara benar.

Setiap kali kegagalan Timnas Indonesia gagal meraih juara diberbagai kompetisi internasional, yang disalahkan dan dikorbankan adalah pelatih, tak berpikir penyebab amburadulnya kompetisi Liga Indonesia.

Belum lagi pembinaan sepakbola usia dini tak jalan, teknik dasar bermain bola juga tak dibenahi yang ujung-ujungnya pas dipilih menjadi Timnas Indonesia salah passing, tak punya visi bermain, fisik ambiradul, mental dan disiplin sangat kurang.

Seharusnya berkaca, tak hanya mengejar menjadi pengurus PSSI tapi punya visi dan misi memajukan persepakbolaan Indonesia, bukan hanya retorika saja.

Begitu juga pengurus lama yang sudah ‘karatan’ tahu diri, tak perlu lagi ikut berkiprah di PSSi dan beri kesempatan yang muda-muda dan energik untuk memajukan persepakbolaan di Indonesia. Kalau pengurusnya hanya ‘berganti baju’ dalam artian hanya perodeknya saja, sampai kapan pun persepakbolaan Indonesia akan tertinggal dari Thailand, Vietnam, Malaysia bahkan nantinya oleh Kamboja.

Tak hanya masalah kepengurusan, sering terhentinya Liga Indonesia di tengah jalan menjadi momok pembinaan sepakbola di Bumi Pertiwi.

Sejak era Liga Indonesia dimulai pada 1994, sudah beberapa momentum dihentikan kompetisi di tengah jalan.

Teranyar tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 yang sempat terhenti seluruh Liga 1, 2 dan 3 hingga bulan Desember 2022. Berkat desakan berbagai pihak, kompetisi Liga 1 bisa dilanjutkan, namun Liga 2 dan 3 dihentikan di tengah jalan.

Tiga peristiwa dihentikannya Liga Indonesia krisis moneter pada 1998, pembekuan PSSI pada 2015, pandemi COVID-19 pada 2020.

Dihentikannya Liga Indonesia kali pertama di Indonesia tahun 1998 berawal pada akhir 1997, Asia mengalami krisis keuangan yang parah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat meroket. Kekacauan melanda masyarakat. Banyak aspek yang terkena dampak, termasuk olahraga, tentunya sepak bola.

Kompetisi sepak bola Indonesia akhirnya berhenti total pada 1998. Kerusuhan massa akibat krisis moneter, berjalan serempak di berbagai daerah di Indonesia, membuat negara dalam keadaan kacau.

Liga Indonesia (Ligina) edisi keempat yang sudah melewati setengah perjalanan harus terhenti dengan status force majeur. Kompetisi yang bernama Liga Kansas itu masih berada di fase grup, di mana operator liga masih membagi kompetisi menjadi tiga wilayah.

Selanjutnya pada 2015, kompetisi Liga Indonesia juga tidak berjalan. Penyebabnya adalah dualisme PSSI yang kemudian diikuti oleh campur tangan pemerintah sehingga FIFA menjatuhkan sanksi kepada PSSI pada 31 Mei 2015.

Selanjutnya, liga 1 pada 2020 juga terhenti ketika kompetisi baru berjalan tiga pekan pertandingan. Penyebabnya adalah pandemi Covid-19 yang menyerang seluruh dunia.

Bedanya dengan dua masalah yang menghentikan kompetisi Liga Indonesia sebelumnya, permasalahan 2020 ini tak hanya menghentikan sepak bola Indonesia, tapi hampir di seluruh dunia.

Namun, ketika kompetisi sepak bola di belahan dunia lain mulai digelar kembali dengan skema tanpa penonton, kompetisi Liga Indonesia tetap tak bisa digelar karena kesulitan mendapatkan izin.

Pada akhirnya kompetisi Liga 1 2020 dibatalkan dan tidak berlanjut. PSSI dan PT LIB baru menggelar kompetisi lagi pada pertengahan 2021 dengan tajuk Liga 1 2021/2022 dengan skema series dan digelar tanpa penonton.

Tidak dilanjutkan kompetisi Liga 2 dan 3 Indonesia dan mandegnya prestasi Timnas, siapa yang salah?

Sport.kalselpos.com

Berita lainnya Instal Aplikasi Kalselpos.com

Pos terkait