kalselpos.com –Prestasi Barito Putera di dua musim kompetisi Terakhir boleh dibilang cukup buruk. Di Liga 1 tahun 2021-2022, tim kebanggaan Urang Banjar ini berada di ujung tanduk dan nyaris terdegradasi ke Divisi 2 Liga Indonesia. Nasib mujur masih menaungi tim Laskar Antasari, dipertandingan terakhir bermain imbang 1-1 lawan Persib Bandung. Poin pub sama 36 dengan Persipura Jayapura, sehingga siapa yang terdegradasj ditentukan lewat head to head.
Barito yang dua kali menang dalam pertandingan kandang dan tandang pun akhirnya lolos dari lubang jarum, sehingga bertahan di Liga 1 Indonesia tahun 2022/2023, sedangkan Persipura terdegradasi.
Pengalaman cukup pahit itu ternyata terjadi menjadi pelajaran berharga. Terseok-seoknya penampilan Tim Seribu Sungai kembali terulang seperti musim kompetisi tahun lalu. Perjalanan tim Laskar Antasari, hingga pertandingan ketujuh baru memperoleh 4 poin dari sekali menang, satu kali seri dan 5 kali kalah. Saat ini, Rizky Pora dan kawan-kawan menempati pun berada di zona degradasi, di peringkat 17 dari 18 tim.
Begitu buruknya penampilan Laskar Antasari disebabkan beberapa faktor diantaranya kesalahan dalam merekrut pemain. Memilih pemain yang rentan cidera seperti Rafael Silva dan Rafinha, terkhusus Rafael yang satu-satunya striker, tidak ada pemain pengganti yang hampir setara dengan dirinya. Beni Oktovianto yang sebenarnya memiliki jam terbang cukup bagus dan penyelamat tim Seribu Sungai, tiba-tiba hengkang menjelang kpmpetisi bergulir, sedangkan pemain muda, Beri Santoso dan Afdal Yusra masih minim jam terbang bertanding.
Ini berdampak tumpulnya’ lini saat Rafael ‘parkir’ di luar lapangan akibat cidera. Ironisnya, Renan Alves yang nota bene pemain belakang, sering maju ke depan menjadi striker. Malah pemain Brazil ini sudah mencetak 3 gol dan menjadi top skor di Barito, sedangkan Beri dan Afdal belum mencetak gol.
Disisi lain, ketiadaan bomber handal, membuat setiap lawan berani bermain ofensif, mengingat Barito tak memiliki stiker haus gol di depan dan ini sangat riskan.
Bukan itu saja, permasalahan yang dihadapi tim Laskar Antasari masih merekrut pemain ‘tua’ seperti Rafael Maitimo di lini tengah. Pemain keturunan ini sudah habis masanya dan beberapa kali dipasang, terlihat kedodoran saat membantu menyerang maupun bertahan.
Apalagi bila Maitmo dipasang bersamaan dengan Rizky Pora dan Rafinha, terlihat bolongnya lini tengah Barito. Ketiganya lebih banyak main ‘bajalan’ hingga dipertandingan awal kompetisi dihajar Madura United 8-0. Kekalahan cukup telak itulah yang meruntuhkan mental pemain Barito hingga saat ini tak bisa move on lagi.
Pelatih waktu itu, Dejan Antonic pun baru menyadarinya hingga dipertandingan berikutnya mencoba pemain muda, seperti Beri, Afdal, Firly, Rafi dan lain-lain. Lini tengah dan belakang cukup solid, dengan pemain terus bergerak menutup ruang kosong dan bolong selama ini.
Namun, minimnya dipasang saat uji coba maupun pertandingan di Piala Presiden beberapa waktu lalu, membuat pemain muda Barito masih belum pede menghadapi klub lain yang pemainnya lebih matang dalam jam terbang bertanding.
Seandainya Dejan waktu itu berani seperti dilakukan pelatih Persija Jakarta, Thomas Doll dengan menurunkan muda di Piala Presiden, mungkin sekarang Halid dan kawan-kawan lebih padu dan pede saat tampil di Liga.
Ketidakberanian Dejan mencoba-coba pemain muda di Piala Presiden menjadi bumerang. Pemain andalannya, Rafael cidera dan pemain senior tak bisa mengimbangi kecepatan tim lawan berdampak kekalahan beruntun dialami Barito. Dejan pun akhirnya mengundurkan diri hingga pertandingan kelima.
Pelatih caretaker, Goulart Tinoco yang dipercaya pengganti pelatih sementara, cukup berani menurunkan pemain muda seperti kiper Halid yang menyisihkan senior, Aditya Harlan dan Joko Ribowo, Muhammad Firli, Rafi Syarahil, Yuswanto, Afdal, Buyung Ismu dan Beri dikombinasikan dengan pemain senior seperti Bayu Pradana, Rizky Pora, Sokoy, Mike Ott dan Renan secara tim lebih bagus.
Energiknya pemain muda, bisa membantu saat bertahan maupun menyerang. Arema Malang yang bertabur pemain bintang lokal maupun asing pun kesulitan menembus pertahanan Barito hingga bermain imbang 1-1.
Sebelumnya, saat melawan RANS Nusantara, tim Laskar Antasari lebih menjanjikan, dengan permainan tiki taka, satu kali sentuhan. Kehadiran kapten tim Filiphina, Mike Ott cukup membantu dalam bermain dari kaki ke kaki, dan tidak terlihat lagi main long ball ke depan yang mudah dipatahkan lini belakang lawan.
Sempat unggul 1-0, tapi berbalim keadaan usai Yuswanto mendapat kartu merah hingga merubah permainan Barito. Oh, ya salah satu kelemahab pemain muda, emosi yang labil hingga sering melakukan pelanggaran tak perlu, berbuah kartu kuning dan merah bahkan hadiah penalti buat lawan. Dan kontrol emosi pemain muda perlu perhatian khusus.
Memang dengan kombinasi pemain muda perlu waktu mematangkannya, karena kompetisi sudah bergulir. Inilah yang menjadi problem buat tim pelatih Antasari. Apalagi, cidera Rafael dan tidak adanya striker haus gol dan ditakuti lawan, juga menjadi permasalahan yang harus dipecahkan secepatnya.
Tak kalah pentingnya saat ini, Barito membutuhkan seorang jenderal lapangan merangkap kapten tim yang bisa memotivasi rekan-rekannya tak hanya di dalam maupun di luar lapangan. Laskar Antasari sangat memerlukan pemain seperti Frans Sinatra Huwae, bukan hanya mengatur irama permainan di lapangan, juga sebagai panutan dan tempat mengadu di luar lapangan.
Jiwa kepemimpinan ‘Kai’, panggilan Frans, walau pun saat itu Barito bermaterikan pemain tanpa bintang dan usia muda serta pemain lokal seperti Salahuddin, Fachmi Amiruddin, Jusup Luluporo, Joko Heriyanto, Abdillah, Zaunuri, Yusrifar Jaffar dan lain berhasil menembus ke semifinal Liga Indonesia 1994/1995. Laskar Antasari pun beberapa kali masuk 8 besar Liga Indonesia. Kehilangan Frans yang memasuki masa pensiun, bersamaan itu merosotnya prestasi Barito hingga sekarang.
Maaf, Rizky Pora dan Bayu Pradana yang selama ini di daulat sebagai kapten tim Barito masih belum mampu menjalankan fungsinya sebagai ‘jenderal’ bagi tim kebanggaan Urang Banjar.
Tidak salahnya, pelatih Barito mengambil keputusan menunjuk kapten tim yang cukup disegani di dalam di luar lapangan. Misalnya, menunjuk Renan Alves sebagai kapten tim, karena memiliki jiwa bermain haram manyarah dan waja sampai kaputing. Pemain asal Brazil ini juga terlihat ‘memarahi’ pemain lain jika melakukan kesalahan.
Selain itu ada juga Mike Ott sebagai opsi menjadi kapten tim Barito. Pengalamannya sebagai kapten tim di Timnas Filiphina memiliki jiwa kepemimpinan di lapangan. Saat main pun, Mike Ott terlihat sering mengatur dan memadahi pemain lainnya yang salah dalam menempati posisi.
Diharapkan dengan adanya perubahan komposisi pemain yang diturunkan serta kapten tim baru, penampilan Barito kedepannya lebih bagus lagi. Dan diputaran kedua nanti manajemen Laskar Antasari diharapkan melepas pemain yang sudah uzur dan cidera denga mengganti pemain muda lebih energik, terutama di posisi striker.
Sukses selalu Barito, haram manyarah, waja sampai kaputing.
Berita lainnya Instal Aplikasi Kalselpos.com