Banjarbaru gagal pertahankan Rumah bersejarah Van der Pijl

Foto: Randu

kalselpos.com -Saat saya menulis ini, rumah Van der Pijl sedang dihancurkan. Sebuah kafe baru mungkin akan hadir dalam beberapa bulan. Beberapa kolega saya telah memberikan pandangannya, sebagian besar dalam nada nostalgik. Semuanya sedih dan menyayangkan Banjarbaru akhirnya gagal mempertahankan rumah bersejarah itu.

Bacaan Lainnya

Ada semacam rasa kesia-siaan yang besar. Kampanye menyelematkan rumah sang arsitek kota itu sebenarnya sudah dimulai di era Banjarbaru menjadi kotamadya di awal-awal tahun 2000-an. Namun wacananya selalu menabrak dinding yang sama: Minimnya kemauan politik pemerintah.

Untuk berharap individu, komunitas atau swasta menyelamatkan rumah van der Pijl saya kira terlalu muluk. Bagaimanapun pemerintah yang paling memiliki sumber daya untuk melestarikan aspek kunci dari warisan perkotaan itu. Orang-orang berbicara tentang harga, tapi saya pikir tidak ada yang terlalu mahal untuk sebuah situs bersejarah. Ambil harga rumah itu, kalikan dua bahkan tiga, pemerintah Banjarbaru masih mampu untuk membelinya.

Ini sekali lagi hanyalah masalah prioritas. Jika pemerintah menganggap bahwa sebuah museum kota penting bagi Banjarbaru, maka mereka akan mewujudkannya. Setidaknya, berupaya untuk itu.

Sayangnya tidak. Selama bertahun-tahun dari rezim ke rezim, isu rumah Van der Pijl menjadi semacam wacana luaran yang terus muncul setiap hari jadi kota, lalu meredup di hari berikutnya. Apa yang paling menggambarkan sikap pemerintah terhadap rumah ini adalah yang disampaikan walikota Banjarbaru periode lalu, Pak Nadjmi Adhani.”Kalau pun dibeli, pemanfaatannya buat apa? Bagus memang untuk menjaga fashion kota, tapi fokus saya efisiensi anggaran,” kata beliau di tahun 2017 silam.

Apa yang bisa Anda katakan tentang itu? Ada semacam kesenjangan wawasan historis yang pada akhirnya membentuk visi tentang bagaimana pemerintah Banjarbaru membangun kotanya. Untuk berusaha jujur, mungkin hanya segelintir orang yang memiliki kepedulian akan isu konservasi situs sejarah kota. Kebanyakan dari warga Banjarbaru bahkan tidak punya ide siapa yang pernah tinggal di rumah itu, atau mengapa itu seharusnya penting.

Ini menjadi semacam jalan buntu aspirasi. Dan karena ini aspirasi yang tidak populer, melibatkan dana besar, dan hanya berakar pada romantisme masa lalu, hal itu menjadi semacam ide yang tidak realistis. Kota yang bersinar dengan mika, cat, lampu hias, serta plan dan spanduk banner, adalah solusi hampir semua pemerintah dalam menata kota masa depan– membuat, kecuali namanya, nyaris tak ada lagi yang membedakan satu kota dengan yang lainnya.

Ironisnya, semuanya berlomba-lomba untuk menjadi smart city, semacam kota pintar masa depan. Sebagian besar diskusi berpusat pada hal-hal fisik: gedung, jembatan, jalan layang,transportasi massal… Nyaris tak ada yang merasa perlu membangun identitas, pemahaman sejarah, wawasan budaya, rasa kebersamaan komunitas lokal –hal-hal yang menjadi tujuan kota-kota maju di dunia dengan upaya mereka membangun museum dan melestarikan situs-situs bersejarah.

Mungkin belum terlambat untuk menyelamatkan rumah Van Der Pijl. Saya masih bermimpi, entah bagaimana situs itu dipugar, meski tak lagi dengan material aslinya, dan ditempel plakat yang bertuliskan: Rumah Pertama di Banjarbaru, Di Sini Pernah Tinggal Sang Pendiri Kota, DAW Van der Pijl.”

Jikapun impian saya tak terwujud, ya apa boleh buat. Mungkin memang seperti itu. Mungkin karena itulah Banjarbaru sekarang disebut Dream City. Kota mimpi.

Sport.kalselpos.com

Berita lainnya Instal Aplikasi Kalselpos.com

Pos terkait