Walhi Kalsel laporkan Empat Perusahaan industri ekstraktif ke Kejagung

Teks foto []istimewa KORUPSI SDA - Walhi Kalsel yang akan melaporkan empat perusahaan yang diduga terindikasi korupsi SDA ke Kejaksaan Agung RI.(kalselpos.com)

Banjarbaru, kalselpos.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel melaporkan empat perusahaan yang diduga terindikasi korupsi sumber daya alam (SDA) ke Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia.

“Empat perusahaan industri ekstraktif ini kami laporan bersama dengan laporan 16 Eksekutif Daerah Walhi lainnya dan Eksekutif Nasional Walhi pada Jumat lalu,” kata Direktur Walhi Kalsel, Raden Rafiq dikonfirmasi di Barabai, Hulu Sungai Tengah, Senin (10/3/25) lalu, sebagaimana dikutip kalselpos.com dari Antara.

Bacaan Lainnya

Perusahaan yang telah dilaporkan bersama ke Kejagung berjumlah 47 korporasi dengan total dugaan korupsi SDA mencapai Rp437 triliun, serta dinilai telah menuai banyak konflik agraria dan memicu konflik lainnya di masyarakat baik terhadap perusahaan maupun konflik horizontal.

Raden menyebut, empat perusahaan di Kalsel yang dilaporkan adalah perusahaan berbasis industri ekstraktif seperti tambang batubara dan perkebunan sawit skala besar yang telah banyak menuai kontroversi.

Ia menjelaskan, perusahaan ini berbasis di tiga daerah, yaitu Kabupaten Banjar, Barito Kuala dan Kotabaru di antaranya PT MM, PT PU, PT PB dan PT MI.

“Empat perusahaan ini hanya sebagian kecil saja dari sekian banyak perusahaan yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup dan hak masyarakat adat serta petani lokal” tandas Raden.

Industri ekstraktif di Kalsel, kata Raden, tentunya telah banyak mengubah bentang alam hingga menyebabkan bencana ekologis semakin nyata dirasakan, seperti kerusakan sungai besar dan kecil, longsor, tanah bergerak, serta banjir yang kian parah.

“Ini merupakan bagian dari dampak buruk industri ekstraktif yang mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan namun sedikit upaya pemulihan,” terangnya.

Selain itu, deforestasi juga masih masif terjadi untuk melanggengkan industri ekstraktif ini melalui Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pertambangan batubara dan aktivitas ekspansi sawit di kawasan hutan dengan atau tanpa izin.

Praktik buruk tata kelola sumber daya alam ini, menurut Raden, juga berjalan beriringan dengan pola intimidasi, kriminalisasi, hingga kekerasan serius yang kerap terjadi di wilayah perusahaan yang berpotensi tinggi konflik.

Menyikapi hal itu, pihaknya menyatakan sikap dan mendesak agar pemerintah untuk mengusut tuntas dan menegakkan hukum terhadap perusahaan-perusahaan perusak lingkungan.

Kemudian, mencabut izin perusahaan yang terbukti melanggar regulasi lingkungan dan hak masyarakat adat, lalu review dan Audit seluruh perijinan industri ekstraktif, tambang, sawit, HTI, HPH secara transparan dan dishare ke publik, serta stop pemberian izin baru.

Selanjutnya, pihaknya mendorong untuk dapat membentuk badan/lembaga/komisi khusus kejahatan lingkungan, agraria dan SDA, lalu membentuk pengadilan khusus kejahatan lingkungan.

“Stop solusi energi palsu, wujudkan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkeadilan, serta akui wilayah kelola rakyat dan jalankan ekonomi nusantara yang berkeadilan dan ramah lingkungan,” tutupnya.

Baca berita kalselpos lainnya, silahkan download Aplikasi Kalselpos.com di play store

Pos terkait