Banjarmasin, kalselpos.com – Dihapusnya Mural dan Grafiti merupakan bukti nyata kemunduran demokrasi kebebasan berekspresi dan berpendapat yang terus menyempit serta menunjukkan, dugaan pemerintah semakin anti kritik.
Harusnya mural dan grafiti yang berisi kritik terhadap pemerintah adalah bentuk ekspresi, kontrol, pengawasan, harapan, cita-cita dan aspirasi yang disampaikan melalui seni yang hal tersebut nyata faktanya terjadi, ungkap M Pazri SH MH, pemerhati sosial sekaligus praktisi hukum di Banjarmasin, sebagaimana yang disampaikan ke redaksi kalselpos.com, Kamis (19/8/21) siang.
Bentuk menyampaikan ekspresi melalui seni tersebut sangat jelas dijamin dan dilindungi dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Hak-hak Sipil, dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga tegas penghapusan dan ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat pembuat Mural dan grafiti adalah dugaan tindakan represi dan pembungkaman terhadap ekspresi dan aspirasi masyarakat di Banau, bebernya.
Terlebih, masyarakat juga memiliki hak EKOSOB meliputi hak atas pendidikan, hak atas perumahan, hak atas standar hidup yang layak, hak kesehatan, hak atas lingkungan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya, jelas praktisi hukum dari Borneo Law Firm Banjarmasin tersebut.
Hak-hak tersebut secara umum diatur dalam Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR). Secara khusus hak EKOSOB juga diatur dalam berbagai instrumen HAM Internasional, di mana kritik adalah sebagai kontrol sosial.
“Menurut saya Mural dan grafiti tersebut adalah kritik yang betul-betul kritik, bukan hinaan, hasutan, pencemaran nama baik, atau tindakan-tindakan tercela lainnya. Jika itu yang dilakukan, dijamin aman dari jerat hukum, perlu dingat menyampaikan kritik dengan cara yang benar adalah jiwa demokrat,” tegas M Pazri.