Perjuangan Guru di Pedalaman Kotabaru, 8 Jam Jalan Kaki

Teks foto: Dulatif saat istirahat setelah berjalan kaki selama 6 jam sebelum melanjutkan perjalanan dari Desa Muara Uri menuju Dusun Manggun (Juhu Bincatan), Kecamatan Hampang, Kotabaru, Kalimantan Selatan. (dok. pribadi)

Kotabaru, kalselpos.com – Membutuhkan waktu sekitar 7 – 8 jam dengan berjalan kaki ke Dusun Juhu Bincatan RT 1 dan RT 2 dari ibu kota Desa Muara Uri Kecamatan Hampang Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) Provinsi Kalimanatan Selatan.

Sepeda motor pun tak bisa melintasi jalan itu (dari Desa Muara Uri ke Dusun Juhu Bincatan), terkecuali sepeda motor yang sudah di modifikasi atau sejenis Trail. Namun, itupun tidak bisa dipastikan bisa melintasi jalan tersebut manakala hari hujan. Mengingat jalan dari Muara Uri ke Juhu Bincatan kecil, berliku dan naik turun di antara lereng pegunungan Meratus.

Bacaan Lainnya

“Ulun (saya), sejak tahun 2019 hingga 2023 dalam 2 minggu sekali berjalan kaki selama 7 – 8 jam dari Desa Muara Uri menuju Dusun Juhu Bincatan, untuk bisa bertemu dengan siswa-siswi SD Muara Uri Kelas Jauh Manggun/ Juhu Bincatan,” ungkap Dulatif seorang guru honorer daerah (honda) SD tersebut.

Nampak murung, meratap dan sedih saat pria berusia 28 tahun ini menuturan kondisi di pedalaman Juhu Bincatan kepada kalselpos.com Rabu, (29/11/23) sore, di sebuah warung kopi yang berada di muara jalan raya menuju Kecamatan Hampang.

Kondisi jalan setapak dengan alas tanah, yang berliuk naik turun lereng Meratus selama 8 jam, itupun setelah 6 jam berjalan kaki harus menyeberang jembatan gantung terbuat dari Bambu dengan panjang 50 Meter, dua jam sebelum Dusun Juhu Bincatan.

Meski terpaksa namun ikhlas dalam menjalaninya, tiap dua minggu sekali pasti ulun melaluinya, waktu dua minggu berada di Juhu Bincatan untuk mengajar SDN Muara Uri Kelas Jauh. Dan, dua minggu kemudian pulang ke rumah di Desa Muara Uri.

“Tekad ulun besar, mengingat tidak ada orang (guru) luar yang mampu menjalani aktivitas kegiatan belajar mengajar di pedalaman ini dengan medan berat dan sarana prasarana yang sangat minim,” ungkap Dulatif.

Dia menjelaskan, dalam satu ruangan terdapat 3 kelas yakni kelas 1, kelas 2 dan kelas 4. Satu ruangan disekat menjadi tiga ruangan (kelas) dengan jumlah murid 17 siswa-siswi. Awalnya ada kelas 3 berjumlah 5 siswa, namun sisa kelas 3 undur diri untuk tidak melanjutkan sekolah.

Itupun, ruangan kelas yang ada terbuat dari kayu, bantuan dari orang tua angkatnya (Dulatif) yang berjasa atas titel “Sarjana Pendidikan” Dulatif, di Minahasa Sulawesi Utara, sementara Dulatif sendiri penduduk asli pedalaman Mangun (Juhu Bincatan) Desa Muara Uri.

“Ulun berharap, ada perhatian dari pemerintah daerah baik Kabupaten Kotabaru ataupun Provinsi Kalimanatan Selatan untuk penerangan lampu dan membuka akses jalan dari Muara Uri menuju Dusun Manggun, minimal jalan tersebut bisa dilalui kendaraan sepeda motor, mengingat terdapat 40 KK di dusun tersebut,” tuturnya.

Selain sulitnya dunia pendidikan, masyarakat pun tak mampu berjalan kaki selama 8 jam dengan menggendong hasil rempah seperti biji kopi, kemiri dan kayu manis terlebih saat musim hujan untuk dijual di pasar yang berada di Desa Muara Uri.

“Sekali lagi ulun mewakili masyarakat pedalaman sangat berharap sentuhan dan perhatian dari pemerintah daerah untuk bisa sedikit memperhatikan kami di pedalaman, terutama di Juhu Bincatan Desa Muara Uri Kecamatan Hampang,” pinta Dulatif.

Pos terkait