Ajaib, Pemprov sebut Pertambangan dan Kebun Sawit, tidak menjadi faktor utama banjir di Kalsel

Roy Rizali Anwar, Penjabat Sekdaprov Kalsel.(Ist)

Banjarbaru, kalselpos.com – Adanya tudingan dari beberapa pihak yang menyebut, musibah banjir besar yang melanda Kalimantan Selatan (Kalsel) akibat dari pembukaan lahan secara besar-besaran untuk pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit dibantah oleh Pemprov Kalsel.

“Dampak pembukaan lahan secara besar-besaran untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batubara tidak menjadi faktor utama terjadinya bencana banjir di Kalsel,” ujar Penjabat Sekdaprov Kalsel, Roy Rizali Anwar kepada wartawan di Banjarbaru, Selasa (19/1/2021).

Bacaan Lainnya

Roy yang juga Kepala Dinas PUPR Provinsi Kalsel itu menyebut, perizinan tambang hanya 37 ribu hektar dari area izin seluas 55 ribu hektar sejak tahun 2008.

Pemprov Kalsel sejauh ini menyimpulkan, secara umum, banjir yang terjadi di Banua akibat dari curah hujan yang sangat tinggi dengan durasi cukup  lama sehingga sungai-sungai tidak mampu lagi menampung debit air sehingga  meluber kemana-mana.

Roy menyebut, normal curah hujan bulanan Januari 2020 hanya sebesar 394 milimeter. Sedangkan curah hujan pada 9 sampai  13 Januari 2021 mencapai 461 milimeter selama 5 hari berturut-turut.

“Curah hujan terjadi 8 sampai 9 kali lipat dari biasanya,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Roy, pasangnya air laut di saat bersamaan, membuat daya tampung Sungai Barito menurun signifikan, hingga menyebabkan banjir di mana-mana.

Roy merincikan,  air yang masuk ke Sungai Barito mencapai 2,08 miliar meter kubik dari kapasitas sungai dalam kondisi normal hanya 238 juta meter kubik. Oleh karenanya banjir tidak dapat dihindari, terutama di daerah hilir sungai.

Sedangkan untuk banjir bandang  yang terjadi di Kabupaten HST, papar Roy, juga oleh tingginya curah hujan yang turun di wilayah tersebut. “Setelah hujan deras mengguyur Kabupaten HST, tercatat debit air sungai mencapai 332,79 meter kubik perdetik. Padahal kapasitas sungai hanya 93,42 meter kubik per detik,” ungkapnya.

Roy mengatakan, kondisi anomali cuaca atau kondisi banjir ekstrim seperti ini pernah terjadi pada tahun 1928 di daerah tangkapan air Barabai. Kondisi ini jadi periode ulang 100 tahunan dalam analisis iklim yang dihitung ulang 50 tahunan.

“Fenomena alam ini akan menjadi dasar penghitungan kapasitas dam atau bendungan yang akan dibangun di masa yang akan datang,” imbuhnya.

kalselpos.com: Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari ini Banjarmasin Kalimantan Selatan dan Nasional

Download aplikasi kalselpos.com versi android  kami di Play Store : Aplikasi Kalselpos.com

Penulis: Anas Aliando
Editor: Bambang CE

Kebijakan Redaksi kalselpos.com
Redaksi berhak menghapus dan atau menutup komentar yang dinilai tidak etis.
Penulis Komentar tidak etis bertanggung jawab penuh atas akibat hukum yang ditimbulkannya

Pos terkait