Camp Tim Roberts – Wahana Edukasi dan Riset Lahan Basah

KUNJUNGAN-Para wisatawan mancanegara mengunjungi Cam Tim Robert yang ada di Barito Kuala.(ist)

Tak banyak tempat wisata yang hanya memanjakan pengunjung dengan kenyamanan dan keindahan pemandangan ekosistem lahan basah, tetapi juga memberi edukasi lingkungan. Salah satunya Camp Tim Roberts. Sebuah kawasan wisata minat khusus.

MARABAHAN, Kalselpos.com-Camp Tim Roberts sebenarnya merupakan pusat studi dan penelitian bekantan serta ekosistem lahan basah yang berada di kawasan stasiun riset Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia ( SBI ) bekerjasama dengan Universitas Lambung Mangkurat dan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan ( Kalsel) serta BKSDA Kalsel untuk perlindungan satwanya yang dilindungi.

Bacaan Lainnya

Letaknya di Pulau Curiak, Anjir Muara – Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Nama Tim Roberts sendiri didedikasikan kepada pembimbing penelitian Amalia Rezeki yang juga pendiri SBI, sebuah lembaga pelestarian bekantan dibawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Selatan, yang bernama Prof. Timothy Roberts Killgour dari University of New Castle (UON) – Australia.

Prof Timothy Roberts Killgour dianggap berjasa dalam kerja sama pengembangan konservasi serta riset bekantan dan ekosistem lahan basah antara Australia dengan Indonesia, melalui perguruan tinggi University New Castle Australia dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dan SBI.

“ Camp Tim Roberts memang tidak dibuka untuk umum, lebih diutamakan bagi pengunjung minat khusus, seperti observasi keragaman hayati, birdwatching, summercourse, internship school, riset dan konservasi. Ini kami lakukan untuk melindungi kekayaan keragaman hayati yang luasan areanya sangat kecil dan berada diluar kawasan konservasi yang sangat rentan terhadap degradasi lingkungan “ jelas Amalia Rezeki

Amel sebutan akrab Amalia Rezeki ini kwatir flora dan faunanya terusik, jika Camp Tim Toberts ini dibuka untuk umum. Apalagi menurutnya, kearipan lokal masyarakat setempat yang kehidupannya bergantung pada tangkapan ikan disekitar kawasan hutan mangrove yang tersisa dikawasan tersebut. Jadi ia bersama masyakat lokal berusaha menjaganya dengan baik dan selalu menanam pohon mangrove untuk pelestariannya.

Camp Tim Roberts ini, setiap tahunnya menerima kunjungan mahasiswa dalam dan luar negeri, baik melalui program summer course, internship maupun volunteer. Kunjungan ke Camp Tim Roberts tidak dipungut biaya, mereka hanya diminta untuk berdonasi berupa bibit pohon rambai ( Sonneratia caseolaris ) yang disediakan oleh masyarakat lokal dan kemudian menanamnya diareal yang sudah ditentukan. Unik memang, tapi disini pengelola ingin mengajak setiap pengunjung untuk peduli terhadap lingkungan dengan menanam pohon.

“ Jadi pengunjung disini kami wajibkan berkontribusi dalam program restorasi mangrove rambai. Ini kami lakukan untuk tetap menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove yang didominasi pohon rambai, sebagai tegakan utamanya tersebut agar tetap lestari “, kata Amel yang juga merupakan penggegas restorasi mangrove rambai.

Menurut dia, mengapa mangrove rambai, karena betapa penting peran Mangrove rambai secara ekologi, khususnya sebagai habitat beragam fauna terrestrial dan akuatik serta penyedia jasa pendukung kehidupan diantaranya bagi perlindungan garis sempadan sungai.

Mangrove rambai juga merupakan awal dari rantai makanan. Produksi udang sangat tergantung pada jatuhan serasah dari bagian mangrove yang mati, seperti daun tua, ranting dan cabang atau batang mangrove, yang menjadi bagian dalam proses alami siklus hidup.

“Tidak heran jika kawasan Camp Tim Roberts Pulau Curiak ini merupakan tempat para nelayan lokal mencari udang. Hampir tiap malam puluhan nelayan menggantungkan nasibnya dari kemurahan alam yang menyediakan hasil tangkapan udangnya,” tuturnya.

Disisi lain, menurut Amel, program restorasi mangrove rambai adalah juga merupakan program perbaikan habitat bekantan yang menjadi bagian penting kegiatan utama SBI dibidang konservasi bekantan.

Dan yang terpenting, kerusakan serta kehilangan hutan mangrove bisa memicu pelepasan gas-gas rumah kaca (GRK), seperti korbon dioksida dan metan. Artinya, kerusakan dan kehilangan mangrove akan menjadi salah satu faktor pemicu pemanasan global.

Seperti diketahui hutan mangrove mampu menyerap karbon 2 kali lipat lebih besar dari hutan tropis lainnya. Untuk itu konservasi ekosistem mangrove termasuk hutan rambainya, dapat mencegah, setidaknya mengurangi dampak pemanasan global yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia.

Sementara itu Zulfa Asma Vikra anggota Legislatif provinsi Kalsel yang juga ketua Forum Konservasi Flora dan Fauna Kalsel sangat mengapresiasi usaha dari teman-teman di SBI yang telah memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kalsel.

“ Upaya yang positif ini perlu kita dukung bersama, selain memberi nilai tambah bagi sebuah kawasan, baik dibidang ; lingkungan, edukasi, riset, pemberdayaan masyarakat serta devisa negara melalui hadirnya wisatawan manca negara “, jelas Zulfa Asma Vikra.

Penulis:ibrahim
Editor:wandi
Penanggung jawab:SA Lingga

baca juga berita berikut:

Pembaca setia kalselpos.com download aplikasi versi android  kami di Play Store

Aplikasi Kalselpos.com

Pos terkait