Haul Ke-8 Tuan Guru Sekumpul (Bagian 3/Habis), Tak Sekadar Berkaramah Namun Rendah Hati

 

MARTAPURA – Salah satu pesan Tuan Guru Sekumpul adalah tentang karamah, yakni agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. 

Bacaan Lainnya

Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau iridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi bakarami (orang yang keluar sesuatu dari duburnya).

Di antara karamat-karamat yang menandakan benarnya jalan yang ditempuh oleh ulama panutan umat Islam di Kalimantan ini antara lain, dikisahkan Ahdi, warga Kandangan, “Satu hari ulun umpat pengajian Minggu di Sekumpul naik sepeda motor. Di tengah pengajian, Tuan Guru Sekumpul menyindir kurang lebih begini, ‘Orang tu bila tulak ka pangajian, kada usah gen memakai kendaraan dinas, itu ampun negara untuk keperluan dinas. Kada pas lamun kendaraan dinas dipakai ka sini.’ Subhanallah, ulun rasanya yang kena ditembak sidin. Mulai saat itu ulun kada wani lagi memakai sapida motor dinas ampun abah.”

Guru Syahril, warga Martapura berkisah,” Aku (Guru Syahril) sekitar tahun 80-an dibari amalan oleh Abah Guru Sekumpul. Waktu itu aku handak supaya bamimpi bedapat Rasulullah. Lalu jar Abah Guru, amalkan shalawat yaqut. Kemudian kuamalkan shalawat itu setiap malam. Pada malam ketiga selepas amaliah aku taguring. Aku bamimpi aku lagi duduk di sejadah dalam kamar. Tiba-tiba ada cahaya terang dari langit menembus atap rumahku dan jatuh tepat di hadapanku. Lalu cahaya itu menyinari lelaki bungas lengkap dengan pakaian kebesaran (babolang dan bejubah putih). Meski silau kucoba memandang wajah lelaki itu, dan ternyata sangat mirip Abah Guru. Siangnya aku datang ke Keraton (Martapura) melapor. ‘Kaya apa,’ takun Abah. Inggih ulun sudah tedapat Rasulullah. Lalu sidin memelukku dengan terharu dan erat. Setelah itu aku betakun, kenapa jadi yang ulun liat pian Abah. ‘Itu nang ae artinya Rasulullah menyerupa, sebab kalau sidin menampaikan wajah sidin nang asli, ikam balum kuat dan khawatirnya musnah,’ ujar Abah.”

“Dulu sekitar tahun 80-an, aku dan beberapa murid Abah Guru Sekumpul sering menemani beliau di rumah beliau di Keraton. Sepanjang malam beliau tak tidur dan banyak beribadah. Sesekali beliau melayani kami bertiga dengan membuatkan teh atau kopi. Kami shalat subuh berjamaah. Setelah amaliah dan shalat duha barulah beliau tidur sampai jam 11. Pernah waktu beliau dan muridnya masih di mushala Darul Aman, aku ingin pulang ke rumah. Aku berjalan meninggalkan mereka. Namun sesampai di rumah ternyata Abah Guru Sekumpul sudah ada di rumah dan menyapa sambil tersenyum. Aku kaget. Subhanallah,” kisah Guru Syahril lagi.

Ini kisah menyimpulkan betapa Yang Mulia Tuan Guru Sekumpul sangat rendah hati dan tawadhu. Beben, wartawan RCTI mengisahkan bahwa Tuan Guru berkata, ‘Aku ini sepertinya belum ahli surga nang ae. Kenapa? Karena aku belum mampu adil. Contoh kecil aja, bila bini saikung handak dan yang saikung jua kaya itu, jamnya sama pulang, tapaksa aku badusta mengalahkan salah satu. Han jauh aku nang ae dari akhlak Rasulullah SAW.’ 

Kerendahan hati ulama yang keharuman namanya hingga ke luar Kalimantan bahkan ke Yaman dan sejumlah negeri di Timur Tengah ini banyak dibuktikan oleh para khaddamnya. Ketika ia berjalan lewat di depan orang yang meskipun jauh lebih muda, ia tak lupa menyampaikan kalimat permisi dengan sopan dan halus bahasanya.

Tuan Guru Sekumpul juga sempat memberikan beberapa pesan kepada seluruh masyarakat Islam, yakni menghormati ulama dan orang tua, baik sangka terhadap muslimin, murah harta, manis muka, jangan menyakiti orang lain, mengampunkan kesalahan orang lain, jangan bermusuh-musuhan, jangan tamak atau serakah, berpegang kepada Allah, pada kabul segala hajat, serta yakin keselamatan itu pada kebenaran.

Beberapa saat setelah kabar duka, ribuan warga Kota Martapura dan sekitarnya berduyun-duyun menuju lokasi Tuan Guru Sekumpul akan dimakamkan dan memenuhi kawasan Jl Sekumpul, Martapura. Karya tulisnya adalah sebagai berikut , Risalah Mubaraqah,  Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani, Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah dan Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba’alawy.

KH Muhammad Zaini Abdul Ghani sempat dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, selama 10 hari. Selasa malam, 9 Agustus 2005, sekitar pukul 20.30, Tuan Guru Sekumpul tiba di Bandar Udara Syamsuddin Noor, Banjarbaru, dengan menggunakan pesawat carter F-28. Pada hari Rabu, tanggal 10 Agustus 2005 pukul 05.10 pagi, Guru Sekumpul menghembuskan napas terakhir dan berpulang ke rahmatullah pada usia 63 tahun di kediamannya sekaligus komplek pengajian, Sekumpul Martapura. Guru Sekumpul meninggal karena komplikasi akibat gagal ginjal.

Pasar Martapura yang biasanya sangat ramai pada pagi hari, Rabu pagi itu sepi karena hampir semua kios dan toko-toko tutup. Suasana yang sama juga terlihat di beberapa kantor dinas, termasuk Kantor Bupati Banjar. Sebagian besar karyawan datang ke Sekumpul untuk memberikan penghormatan terakhir.

Sebelum dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Mushalla Ar Raudhah, Rabu sore sekitar pukul 16.00, warga masyarakat yang datang diberikan kesempatan untuk melakukan shalat jenazah secara bergantian. Kegiatan ibadah ini berpusat di Mushalla Ar Raudhah, Sekumpul, yang selama ini dijadikan tempat pengajian oleh Guru Sekumpul. (Dicatat 11 Mei 2013)

kalselpos/ adi permana

Pos terkait