Catatan Kisah Guru Sekumpul. Oleh Adi Permana
KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau yang akrab dikenal Guru Sekumpul, memang telah meninggal dunia tiga tahun lalu, tepatnya pada Rabu, 10 Agustus 2005 sekitar pukul 05.10 Wita dalam usia 63 tahun. Kala itu, saya masih bekerja di Banjarmasin Post ngepos di Martapura. Kebetulan juga, saya bersama rekan saya, Rasyid Ridha dan para redaktur lainnya yang pertama-tama memberitakan kabar duka itu lewat headline Banjarmasin Post.
Saya sengaja mengangkat judul itu, karena setelah sekian lama saya bertanya-tanya bagaimana sikap Guru Sekumpul terkait penerapan syariat Islam, ternyata terjawab juga pertanyaan itu.
Beberapa bulan setelah Guru Sekumpul wafat, saya bersama sejumlah rekan wartawan bersilaturahmi dengan Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin. Di tengah obrolan ringan, saya memberanikan diri bertanya kepada beliau soal syariat Islam dan Guru Sekumpul.
Mengapa demikian? Asumsi saya, Pak Rudy sebelumnya pernah menjadi Bupati Banjar periode 2000-2005, sedangkan beliau juga adalah salah satu anak angkat Guru Sekumpul.
Pak Rudy agak terkejut juga waktu itu. Namun, dengan gaya khasnya yang berbicara tenang dan teratur, Pak Rudy akhirnya bercerita juga. “Memang ketika Abah Guru (panggilan Pak Rudy kepada Guru Sekumpul) masih sehat dan saya masih Bupati Banjar, beliau pernah menyinggung soal syariat Islam,” ujarnya.
“Abah Guru bertanya kepada saya apakah saya bisa menerapkan syariat Islam di Kabupaten Banjar. Waktu itu saya terdiam. Agak lama, kemudian beliau kembali menawarkan, kalau tidak bias se-Kabupaten Banjar, maka biarlah cukup syariat Islam itu di satu kecamatan dari Kabupaten Banjar. Saya juga kembali terdiam tidak (mampu) menjawab,” cerita Pak Rudy.
“Abah Guru kembali menawarkan kepada saya, katanya kalau tidak bias satu kecamatan, satu desa atau kelurahan pun jadi. Lagi-lagi saya tak menjawab. Saya hanya (bias) diam. Kemudian, dengan menghela nafas, Abah Guru lalu mengatakan, maka biarlah dulu syariat Islam itu diterapkan di masing-masing keluarga,” kisah Pak Rudy lagi dengan mata menerawang.
Dari kisah Pak Rudy itu saya menangkap bahwa ulama besar selevel Guru Sekumpul sebenarnya adalah termasuk ulama yang sangat memperhatikan upaya penerapan syariat Islam. Bahkan, bukan hanya sekedar di Kabupaten Banjar saja yang diidam-idamkan beliau itu, melainkan juga untuk Indonesia.
Saya yakin, jika ada petinggi negara ini yang pernah berkunjung ke kediaman Guru Sekumpul, insya Allah Guru Sekumpul pernah menawarkan hal serupa. Maka, bagi anak murid Guru Sekumpul, pengagum beliau dan umat Islam di Kabupaten Banjar atau kaum Muslimin se-Indonesia, marilah bersama-sama menyingsingkan lengan baju untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia, tentunya
dengan dakwah dan cara-cara yang terhormat. (Dicatat 11 Desember 2008)
kalselpos/adi permana